• +62 21 351 4348
  • sekretariat@dppinsa.com

2020, Tahun Sangat Berat Angkutan Laut Nasional

2020, Tahun Sangat Berat Angkutan Laut Nasional

JAKARTA-Indonesia mengonfirmasi kasus pertama infeksi virus corona penyebab Covid-19 pada awal Maret 2020. Sejak itu, berbagai upaya penanggulangan dilakukan pemerin-tah untuk meredam dampak  Covid-19 di berbagai sektor, tidak  terkecuali sektor angkutan laut.

Hampir seluruh sektor terdampak, tak hanya kesehatan. Sektor ekonomi, termasuk angkutan laut juga mengalami dampak serius. Pembatasan aktivitas masyarakat berpengaruh sangat besar terhadap aktivitas bisnis yang kemudian berimbas kepada perekonomian masyarakat. 

Laporan Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan ekonomi RI pada kuartal II tahun 2020 minus 5,32 persen secara year-on-year (yoy). Realisasi pertumbuhan ekonomi Indonesia yang minus 5,32 persen tersebut paling rendah sejak krisis 1999. Angka ini memperparah kondisi ekonomi Indonesia untuk menuju resesi.

Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I tahun 2020 hanya mencapai 2,97 persen. Angka itu jauh dari target kuartal I yang diharapkan mencapai kisaran 4,5-4,6 persen. Pemerintah menyebut, pertumbuhan ekonomi di kuartal I tahun 2020 jauh dari harapan karena terdampak berbagai kebijakan terkait penanganan wabah Covid-19.

Pada akhirnya, ekonomi Indonesia masuk ke jurang resesi setelah  Kepala BPS Suhariyanto mengumumkan ekonomi Indonesia pada kuartal III  minus 3,49% secara year on year dibandingkan periode yang sama 2019. Meski demikian, jika dibandingkan dengan negara di ASEAN lainnya, kontraksi ekonomi yang terjadi di Indonesia memang terlihat lebih baik. 

Dampak-dampak akibat resesi ekonomi yang terjadi di Indonesia seperti pemutusan hubungan kerja (PHK), meningkatnya angka pengangguran nasional, kenaikan harga barang dan menurunnya daya beli masyarakat sudah cukup dirasakan, tetapi sejauh ini masih cukup terkendali melalui kebijakan stimulus yang diberikan.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati  mengatakan kendati ekonomi Indonesia masuk resesi yakni -3,29% secara year on year (yoy), tapi hal ini sudah menunjuk-kan perbaikan dibandingkan pada kuartal II 2020 yang tumbuh negatif 5,32%. “Seluruh komponen partum-buhan ekonomi, baik dari sisi pengeluaran dan produksi menga-lami peningkatan,” kata Menkeu sebagaimana ditulis kontan.

Sektor Angkutan Laut

Perkembangan perekonomian domestik maupun global tentu sangat mempengaruhi kinerja sektor angkutan laut, bbaik domestik maupun internasional.  Meskipun tidak seluruh gerak roda perekonomian terhenti sama sekali akibat virus corona, akan tetapi sulit menghindarkan bahwa perkemba-ngan industri angkutan laut sangat dipengaruhi kondisi ekonomi.

Memang selama masa pandemi Covid-19, produksi dan distribusi kebutuhan pokok dan industri tetap harus berjalan dan sampai ke  masyarakat maupun industri, namun tidak dalam volume dan kecepatan yang sama seperti sebelum  wabah Covid-19.

Salah satu tulang punggung yang memungkinkan basic needs (kebutuhan pokok) masyarakat dan kebutuhan industri  tetap tersedia di seluruh Indonesia, seluruh gerai, warung, toko maupun outlet-outlet lainnya di seluruh wilayah adalah angkutan laut.

“Namun, jangan mengira pengusaha pelayaran meraup untung dengan layanan yang tetap mereka berikan selama musim corona ini. Banyak tantangan dan hambatan seiiring adanya pembatasan pelabuhan masuk dan keluar di seluruh Indonesia selama wabah Covid-19,” kata Direktur National Maritime Institute (Namarin) Siswanto Rusdi kepada Majalah Shipowners.

Harus diakui, sektor angkutan laut, baik domestik maupun internasional pada akhirnya terseok  karena wabah Covid-19. Sebagai gambaran, data McKinsey pertengahan 2020 menyebutkan pada rute perdagangan Asia - Eropa, terdapat 61 pelayaran yang dibatalkan, sehingga mengakibatkan pengurangan kapasitas sebesar 151.000 TEU.

Dikutip dari data Ship-technology,  sejumlah perusahaan pelayaran besar mengakui sangat terpukul akibat munculnya pandemi Covid-19, seperti Maersk dan Hapag Lloyd. Maersk kehilangan cargo pengangkutan sekitar 30% dari volume pengiriman tahunannya yang berasal dari operasional di China dan Hapag Lloyd sekitar 25% dari pendapatan grup disumbang-kan dari operasional di China. 

Yang terbaru adalah bagaimana pada kuartal IV tahun 2020, perdagangan internasional mengalami krisis kontainer yang ternyata sampai menjalar hingga ke Indonesia. Bahkan sejumlah eksportir Indonesia mengaku kebutuhan kontainernya hanya dapat dipenuhi sebesar 25%.

"Dari sejumlah kontainer yang dibutuhkan para pelaku usaha, hanya 25% yang dapat dipenuhi dan bahkan jika kurang beruntung tidak mendapatkan kontainer sama sekali,"  kata Ketua Presidium Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI), Abdul Sobur.

Domestik

Di domestik,   pandemi Covid-19 telah memberikan tekanan terhadap kinerja industri pelayaran.   Terbukti, kalangan pelaku usaha angkutan laut Indonesia menegaskan bahwa tahun 2020 adalah tahun terberat dalam sejarah industri pelayaran nasional, baik pada pelayanan internasional maupun domestik.

Ketua bidang Angkutan Cair dan Gas Indonesian National Shipowners’ Association Romanus Tri Wibowo mengatakan dampak wabah Covid-19 sangat bervariasi, tergantung masing-masing segmen dan tradelane atau jalur perdagang-annya.  Secara umum, penurunan kinerja pelayaran berkisar 25% hingga 50%," katanya.

Ketua bidang Angkutan Curah Indonesian National Shipowners’ Association  Haneco W. Lauwensi mengatakan kegiatan operasional kapal, khususnya kapal curah kering, banyak menghadapi hambatan akibat sejumlah daerah bahkan negara melakukan perubahan kebijakan dalam rangka mencegah wabah Covid-19.

Biaya operasional angkutan laut  meningkat  karena  harus disesuaikan dengan kebijakan penanganan  Covid-19 dan protokol Covid-19. “Kenaikan juga dipengaruhi melemahnya nilai tukar rupiah terhadap USD,” katanya.

Demikian juga dengan sektor offshore. Pandemi Covid-19 dan terjunnya harga minyak menyebabkan penundaan bahkan sebagian terpaksa dilakukan pembatalan kontrak pengeboran lepas pantai sehingga berpengaruh terhadap penggunaan kapal-kapal offshore.

Baru pada awal Juli 2020, sejalan dengan perubahan arahan Pemerintah untuk menerapkan adaptasi kebiasaan baru, sejumlah perusahaan pelayaran offshore mulai memperbolehkan karyawan untuk kembali bekerja di kantor, dengan kapasitas terbatas dan penerapan protokol kesehatan yang ketat.

Dapat dikatakan bahwa aktivitas pelayaran yang melambat sangat terasa hingga kuartal tiga tahun 2020 dan diperkirakan terus berlanjut hingga kuartal IV tahun 2020.  Semua sub-sektor angkutan laut merasakan bagaimana dampak pandemi Covid-19. Sektor angkutan kontainer, general cargo, tug and barge, curah kering, curah cair, tanker minyak dan gas bumi, penunjang operasi lepas pantai atau offshore, ferry roro dan angkutan penumpang.

“Dunia masih terus bergulat dengan langkah-langkah untuk mengendalikan pandemi Covid-19. Sulit membicarakan sampai kapan proses pemulihan  sektor pelayaran akan dilakukan,” kata Ketua Umum Indonesian National Shipowners’ Association Sugiman Layanto.  (Aj/Red)

  • By admin
  • 06 Jan 2021
  • 1172
  • INSA