• +62 21 351 4348
  • sekretariat@dppinsa.com

Indonesian National Shipowners’ Association Berharap Pemerintahan Baru Atasi Masalah Tumpang Tindih Aturan Bidang Pelayaran

Indonesian National Shipowners’ Association Berharap Pemerintahan Baru Atasi Masalah Tumpang Tindih Aturan Bidang Pelayaran

Indonesian National Shipowners’ Association berharap, Pemerintahan baru hasil Pemilu Oktober 2024 nantinya dapat mengevaluasi kebijakan di bidang pelayaran yang cenderung tumpang tindih sehingga tidak mampu mendorong akselerasi sektor angkutan laut nasional. Simplikasi aturan bidang pelayaran yang tumpang tindih diharapkan dapat memicu laju pertumbuhan sektor angkutan laut nasional sehingga dapat menjadi salah satu faktor pendorong pertumbuhan ekonomi.

 

Ketua Umum Indonesian National Shipowners’ Association Siana A. Surya mengatakan organisasi selama ini sudah banyak menemukan aturan bidang pelayaran yang tumpang tindih antara satu dengan lainnya. Aturan tersebut cukup dikeluhkan oleh para pelaku usaha anggota organisasi Indonesian National Shipowners' Association.

"Kami sudah mengindentifikasi dan sudah menemukan aturan-aturan yang tumpang tindih di bidang pelayaran. Kami harapkan, hal ini bisa dibereskan nantinya oleh pemerintahan baru dan pembahasannya agar mengikut-sertakan pengusaha guna mendukung produktivitas pengusaha pelayaran," katanya disela-sela buka puasa bersama dengan anak yatim di Jakarta, Rabu (27/3).

Siana mengatakan, selama ini masih banyak regulasi yang bersifat tumpang tindih sehingga birokrasi ini menjadi gangguan bagi produktivitas pengusaha atau perusahaan pelayaran angkutan laut niaga dalam negeri. “Birokrasi seperti ini harus dihapus agar Indonesia dapat bersaing secara global,” kata Siana.

Menurut Siana, ada beberapa kebijakan yang dinilai tidak sejalan dengan visi Indonesia Maju dimana adanya tarik menarik kepentingan dua kementerian dalam menerbitkan perizinan, sehingga akan sangat mengganggu ketika kapal-kapal Indonesia berada di luar negeri. “Nanti di luar negeri akan ada pertanyaan, ini kenapa begini dan sebagainya. Jadi jangan sampai mereka bermasalah di luar negeri,” kata Siana.

Ia mencontohkan soal regulasi ketenagakerjaan bidang pelayaran, dimana izin kerja kru kapal saat ini berada di dua kementerian yakni Kementerian Perhubungan dan Kementerian Tenaga Kerja. “Nah ini perlu disederhanakan, siapa yang berwenang mengeluarkan izin kerja bagi kru kapal apakah Kementerian Perhubungan atau Kementerian Tenaga Kerja," ungkap Siana.

Ia setuju jika nantinya hanya satu kementerian saja yang berwenang mengeluarkan izin kerja kru kapal agar seragam seperti izin kerja kru kapal yang diterbitkan oleh negara lain. “Tentu saja ini dapat mengurangi birokrasi yang selama ini juga bermasalah,” papar Siana.

Siana mengharapkan, pemerintahan baru nantinya memberikan ruang bagi pengusaha untuk meningkatkan produktivitas dengan meminimalisir regulasi yang menghambat. Selama ini, kata Siana, birokrasi menjadi salah satu hambatan bagi akselerasi usaha angkutan laut. Hal ini berbeda dengan di negara lain dimana birokrasi dibangun untuk mendorong akselerasi.

Oleh karena itu, organisasinya  akan mencoba membangun berdialog dengan pihak-pihak terkait agar regulasi yang dibuat untuk kepentingan bangsa ini ke depan bisa memberikan daya dorong yang tinggi dan setaraf dengan regulasi di luar negeri.

Ia berharap, mudah-mudahan pemerintahan baru nantinya dapat memahami bahwa untuk mendorong produktivitas, dibutuhkan regulasi yang baik. Sebab, jika kita ingin Indonesia maju dan bersaing secara global, regulasi yang harus diperbaiki. “Regulasi itu dibuat agar bagaimana di dalam pelaksanaanya menjadi lebih efisien dan efektif,” papar Siana.

Sebagai informasi, selain soal tumpang tindih regulasi, Indonesian National Shipowners' Association juga mencatat sejumlah aturan yang mempersulit sektor pelayaran akselerasi sehingga masih terus diperjuangkan untuk direvisi. Aturan itu antara lain Peraturan Pemerintah No.15 tahun 2016 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), menghapus Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB), mendorong terbentuknya badan tunggal sea and coast guard guna mengakhiri tumpang tindih kewenangan penegakan hukum di laut, hingga mendorong adanya kebijakan klasifikasi kapal yang setara, baik bagi klasifikasi dalam negeri maupun luar negeri dalam kegiatan sertifikasi statutory kapal dan sebagainya.

Selain itu, dalam beberapa waktu ke depan, fasilitas penundaan penerapan kebijakan PBI (Peraturan Bank Indonesia) Nomor 17/3/PBI/2015 tentang  Kewajiban Transaksi Menggunakan  Mata Uang Rupiah bagi sektor pelayaran akan segera berakhir. Sebelumnya, pelayaran memperoleh fasilitas penundaan selama 10 tahun sejak 2016.  Artinya, pada 2026 yang akan datang, fasilitas ini akan berakhir sehingga kita di asosiasi harus meresponnya dengan aktif, apakah fasilitas penundaan ini telah cukup atau belum sehingga membutuhkan perpanjangan. “Kami ingin sektor angkutan laut tumbuh dan berkembang lebih baik lagi ke depannya,” katanya. AJ

  • By admin
  • 03 Apr 2024
  • 338
  • INSA